Mengembalikan Setiap Permasalahan kepada Allah dan RasulNya
Bersama Pemateri :
Ustadz Abdullah Taslim
Mengembalikan Setiap Permasalahan kepada Allah dan RasulNya merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Taslim, M.A. dalam pembahasan Kitab Ar-Risalah At-Tabukiyyah karya Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah Rahimahullah. Kajian ini disampaikan pada 16 Jumadal Akhirah 1440 H / 21 Februari 2019 M.
Status Program Kajian Kitab Ar-Risalah At-Tabukiyyah
Status program kajian kitab Ar-Risalah At-Tabukiyyah: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Kamis pagi, pukul 07:00 - 08:00 WIB.
Download juga kajian sebelumnya: Taatlah Kepada Allah, Taatlah Kepada Rasul dan Ulil Amri
Kajian Islam Ilmiah Tentang Mengembalikan Setiap Permasalahan kepada Allah dan RasulNya
Kita akan memasuki pembahasan yang masih kelanjutan dari pembahasan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat An-Nisa ayat 59 tentang keharusan mengembalikan setiap permasalahan, setiap perbedaan pendapat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di akhir ayat ini:
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّـهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
“Dan jika kalian berselisih pendapat tentang satu masalah maka kembalikanlah kepada Allah dan kepada RasulNya jika kalian benar-benar beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir. Yang demikian itu adalah lebih baik dan akibatnya pun juga lebih baik.” (QS. An-Nisa[4]: 59)
Ayat ini menjelaskan tentang konsekuensi dari hijrah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Konsekuensi dari memurnikan ittiba’ kepada sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah mengembalikan permasalahan yang kita perselisihan kepada petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan petunjuk RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yaitu kita kembalikan kepada Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih untuk menyelesaikan perbedaan pendapat ini.
Diterangkan oleh Imam Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala dalam kitab ini bahwa ini merupakan argumentasi yang sangat jelas dan pasti tentang wajibnya mengembalikan setiap permasalahan, perbedaan pendapat atau perselisihan pendapat diantara kita dalam semua hal yang diperselisihkan manusia dari urusan agama, semuanya harus dikembalikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya. Ingat, ini menyangkut konsekuensi iman, menyangkut konsekuensi hijrah kepada Allah dan RasulNya yang wajib. Bahkan ini merupakan bukti benarnya iman. Tidak kepada siapapun selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya, tidak kepada siapapun yang kita kagumi, siapapun yang kita jadikan sebagai orang yang membimbing kita selain Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya.
Maka barangsiapa yang mengembalikan perselisihan pendapat tersebut kepada selain Allah dan RasulNya, berarti dia telah menentang perintah Allah dan barangsiapa yang ketika terjadi perbedaan pendapat lalu dia menyeru untuk mengembalikan hukum kepada selain Allah dan RasulNya, berarti dia telah menyeru dengan seruan jahiliyah.
Ini adalah seruan yang merupakan konsekuensi iman, menyelisihinya berarti menunjukkan orang ini adalah orang yang masih diliputi dengan keyakinan-keyakinan jahiliyah. Jelas-jelas dia menolak perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang disebutkan dalam ayat ini. Maka seorang hamba tidak dikatakan masuk ke dalam iman yang benar, iman yang sesuai dengan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sampai dia mengembalikan semua hal yang diperselisihkan oleh manusia, perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan manusia, dia mengembalikan semua itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya.
Ini berhubungan dengan masalah iman. Orang yang tidak mengamalkannya berarti dia tidak menunaikan pada dirinya konsekuensi iman yang benar yang menjadikan imannya diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah sebabnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
“Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.”
Ini konsekuensi Iman. Tanpanya iman tidak akan sempurna dengan kesempurnaan yang wajib. Ini termasuk kaidah yang telah kita sebutkan di pertemuan yang lalu, Ibnul Qayyim Rahimahullah Ta’ala menyebutkan tentang kaidah jika kalian berselisih pendapat dalam suatu masalah kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.
Jadi syarat imannya benar adalah dengan mengembalikan setiap perbedaan pendapat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya. Berarti syarat ini kalau tidak terpenuhi, maka sesuatu yang dikaitkan dengan syarat tersebut berarti tidak terwujud. Orang yang tidak mengembalikan perbedaan pendapat dikalangan manusia dalam urusan agama kepada Allah dan RasulNya, tidak mengembalikan kepada Al-Qur’an, kepada hadits yang Shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, berarti imannya ditiadakan.
Maka ayat ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengembalikan hukum kepada selain Allah dan selain RasulNya ketika terjadi perbedaan pendapat dikalangan manusia, berarti dia telah keluar dari konsekuensi iman kepada Allah dan hari akhir.
Itu bukan permasalahan sepele, ini masalahnya menyangkut tiadanya iman, menyangkut konsekuensi iman yang ketika dipenuhi iman itu baru ada atau baru dikatakan sebagai iman yang benar, yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berarti ini merupakan salah satu dari kandungan hijrah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya yang paling besar.
Ini adalah perkara yang tidak akan mungkin dikatakan seseorang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya kalau masalah sepenting ini belum diyakini, belum dipahami dan berusaha diamalkannya dengan benar.
Cukuplah bagimu dengan ayat ini yang kedudukannya merupakan penghancur sekaligus penjaga, cukuplah ayat ini merupakan penjelasan yang sangat memuaskan bagi orang-orang yang ingin menyempurnakan keimanannya, menyempurnakan hijrahnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya.
Ayat ini dikatakan sebagai penghancur sekaligus penjaga. Maksudnya ayat ini akan menghancurkan punggungnya orang-orang yang menyelisihinya, yakni orang-orang yang masih menjadikan pendapat manusia sebagai pemutus hukum, tidak perhatian atau tidak punya penghargaan terhadap dalil, perbedaan pendapat dikembalikan hanya dengan pertimbangan pikiran manusia semata-mata atau logika manusia dan tidak dikembalikan kepada dalil dari Al-Qur’an atau hadits yang Shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ayat ini sekaligus sebagai penjaga atau pelindung yang berarti merupakan penjaga dan pelindung bagi orang-orang yang berpegang teguh dengannya, yang selalu menunaikan perintah yang disebutkan di dalam ayat ini. Setelah jelasnya petunjuk, sebagian orang pasti ada yang menolak, maka dia binasa. Bagi yang menerimanya, maka dia adalah orang-orang yang akan selalu dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan sikap penerimaannya dia akan berarti memasukkan dirinya ke dalam benteng perlindungan yang kuat yang orang-orang yang masuk ke dalamnya akan dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di surat Al-Anfal ayat yang ke-42:
لِّيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَن بَيِّنَةٍ وَيَحْيَىٰ مَنْ حَيَّ عَن بَيِّنَةٍ ۗ وَإِنَّ اللَّـهَ لَسَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿٤٢﴾
“Maka supaya binasalah orang-orang yang binasa setelah jelasnya petunjuk dari Allah dan hiduplah hati orang-orang yang beriman setelah jelasnya petunjuk dari Allah dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala benar-benar Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Anfal[8]: 42)
Inilah ayat yang menjelaskan kepada kita, setelah jelasnya petunjuk dari Allah maka binasa orang-orang yang menyelisihinya. Dan setelah jelasnya petunjuk dari Allah orang-orang yang beriman dan setia mengikutinya, maka dia akan selalu hidup dan dijadikan kebaikan-kebaikan pada diri mereka semakin besar dan semakin sempurna.
Kita perhatikan di sini, ternyata kandungan yang disebutkan di dalam ayat ini dari awal sampai akhir benar-benar mengajarkan kepada kita tentang makna hijrah kepada Allah dan RasulNya dengan makna yang sempurna, makna yang sangat tinggi. Bagaimana sikap kita dalam kepada Allah dan RasulNya, kemudian ketaatan kepada ulama, Ulil Amri, seperti yang sudah kita bahas di pertemuan yang lalu. Harus tetap mengikuti ketaatan kepada Allah dan RasulNya, tidak merupakan ketaatan yang berdiri sendiri. Kemudian ketika terjadi perbedaan pendapat, bagaimana sikap kita? Apa yang harus kita lihat dari perbedaan pendapat tersebut?
Bukan hanya karena kita kagum. Tentu para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah kita kagumi, orang-orang yang berilmu yang mengajarkan kepada kita agama kita kagumi. Tetapi untuk masalah sikap kita dalam memilih pendapat yang paling dekat dengan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya, kita diajarkan konsekuensi iman kita menjadikan kita lebih cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya lebih memuliakan dan menghargai dalil yang itu berarti mendukung pendapat yang paling dekat kepada petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan petunjuk RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Simak penjelasannya pada menit ke – 14:50
Download dan Sebarkan mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Mengembalikan Setiap Permasalahan kepada Allah dan RasulNya
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47151-mengembalikan-setiap-permasalahan-kepada-allah-dan-rasulnya/